piso gaja dompak sisingamangaraja
PusakaSisingamangaraja dari keturunan pertama hingga ke-12 semuanya berupa pusaka piso gaja dompak. Panji merah putih akhirnya dipakai Sisingamangaraja XII dengan menambahkan lambang piso gaja dompak yang dirupakan sebagai pedang kembar. 5. Kerajaan Aceh Salah satu wilayah kerajaan yang sangat sulit ditembus oleh Belanda adalah Kerajaan Aceh.
Duapedang kembar melambangkan piso gaja dompak, pusaka raja-raja Sisingamangaraja I-XII.[1] Ketika terjadi perang di Aceh, pejuang - pejuang Aceh telah menggunakan bendera perang berupa umbul-umbul dengan warna merah dan putih, di bagian belakang diaplikasikan gambar pedang, bulan sabit, matahari, dan bintang serta beberapa ayat suci Al
SisingamangarajaXII dikabarkan meninggalkan pusaka Piso Gaja Dompak. Pusaka itu berupa keris yang panjangnya sekitar 60-70 cm dengan pegangan yang menyerupai patung gajah. Menurut keluarga dan hasil penelitian, pusaka ini sudah ada sejak Sisingamangaraja I, sekitar pertengahan abad XVI Masehi. Pusaka tersebut merupakan lambang penting
PisoGaja dompak form of long keris is a symbol of the reign of King SiSingamangaraja important. Traditional weapon used by the general public is a kind hujur Podang spears and swords similar length. Piso Gaja dompak is the traditional weapon from North Sumatra. The name piso gaja dompak is taken from the piso word meaning knife serves to cut
Namapiso gaja dompak terdiri dari kata piso artinya pisau, berfungsi untuk memotong, menusuk. Berbentuk runcing dan juga tajam. tapi senjata yang berbentuk pisau, berhubungan erat dengan kepemimpinan Raja Sisingamangaraja I. Dalam mitosnya diyakini Sisingamangaraja I, dikultuskan sebagai titisan Batara Guru. Saat itu, Manghuntal dewasa
Ou Rencontrer Des Stars À Paris. Piso Gaja Dompak adalah senjata tradisional yang berasal dari Sumatera Utara. Nama piso gaja dompak diambil dari kata piso yang berarti pisau yang berfungsi untuk memotong atau menusuk, dan bentuknya runcing dan tajam. Bernama Gaja Dompak karena ukiran berpenampang gajah pada tangkai senjata Gaja Dompak, senjata khas suku Batak merupakan pusaka kerajaan Batak. Keberadaan senjata ini tidak dapat dipisahkan dari perannya dalamperkembangan kerajaan Batak. Senjata ini hanya digunakan di kalangan raja-raja saja. Mengingat senjata ini juga merupakan pusaka kerajaan, senjata ini tidak diciptakan untuk membunuh atau melukai orang lain. Sebagai benda pusaka, senjata ini dianggap memiliki kekuatan supranatural, yang akan memberikan kekuatan spiritual kepada pemiliknya. Senjata ini juga merupakan benda yang dikultuskan dan kepemilikan senjata ini adalah sebatas keturunan raja-raja atau dengan kata lain senjata ini tidak dimiliki oleh orang di luar ada catatan sejarah yang menyebutkan kapan tepatnya Piso Gaja Dompak menjadi pusaka bagi kerajaan Batak. Namun, dari hasil penelusuran penulis, Piso Raja Dompak ini erat kaitannya dengan kepemimpinan Raja Sisingamangaraja I. Hal ini berdasarkan kepercayaan masyarakat terhadap mitos berasal dari tradisi lisan yang tercatat dalam tentang seorang bernama Bona Ni Onan, putra bungsu dari Raja Sinambela. Dikisahkan sewaktu pulang dari perjalanan jauh, Bona Ni Onan mendapati istrinya Boru Borbor sedang hamil tua. Dia pun meragukan kandungan istrinya itu. Sampai pada suatu malam ia bermimpi didatangi Roh. Roh itu mengatakan bahwa anak dalam kandungan istrinya adalah titisan Roh Batara Guru dan kelak anak tersebut akan menjadi raja yang bergelar Ni Onan kemudian memastikan kebenaran mimpi tersebut kepada istrinya. Istrinya pun bercerita bahwa ketika ia mandi di Tombak Sulu-sulu hutan rimba, ia mendengar suara gemuruh dan Nampak cahaya merasuki tubuhnya. Setelah mengetahui bahwa dirinya hamil. Ia pun percaya bahwa kala itu ia bertemu dengan roh Batara kehamilannya mencapai 19 bulan dan kelahiran anaknya pun disertai badai topan dan gempa bumi dahsyat. Oleh sebab itulah putranya ia beri nama Manghuntal yang berarti gemuruh gempa. Beranjak dewasa Manghuntal mulai menunjukkan sifat-sifat ajaib yang memperkuat ramalan bahwa dirinya adalah calon masa remaja, Manghuntal pergi menemui Raja Mahasakti yang bernama Raja Uti untuk memperoleh pengakuan. Pada saat ia hendak menemui Raja Uti, ia menunggu sambil memakan makanan yang disuguhkan oleh istri raja. Ketika itu secara tidak sengaja ia mendapati Raja Uti bersembunyi di atap dengan rupa maaf seperti moncong babi..Raja Uti pun menyapa Manghuntal, ia pun menyampaikan maksud kedatangannya menemui raja dan meminta seekor gajah putih. Raja Uti pun bersedia memberi dengan syarat Manghuntal harus membawa pertanda-pertanda dari sekitar wilayah Toba, Manghuntal pun menurut. Setelah itu Manghuntal kembali menemui Raja Uti dengan membawa persyaratan dari Raja Uti. Raja Uti kemudian memberikan seekor gajah putih serta dua pusaka kerajaan yaitu Piso Gajah Dompak dan tombak yang ia namai Hujur Piso Gaja Dompak tidak dapat dilepaskan dari pembungkusnya kecuali oleh orang yang memiliki kesaktian dan Manghuntal bisa membukanya. Pasca itu Manghuntal benar-benar menjadi raja dengan nama Sisingamangaraja I. sampai saat ini masyarakat Batak masih mempercayai mitos sebagai pusaka yang begitu dihormati dan dikultuskan, Piso Gaja Dompak ini memuat simbol-simbol yang bermakna filosofis. Bentuk runcing dari senjata ini, dalam bahasa Batak disebut dengan Rantos yang bermakna ketajaman berpikir serta kecerdasan intelektual. Tajam melihat permasalahan dan peluang, juga dalam menarik kesimpulan dan bertindak..Tersirat bahwa pemimpin Batak harus memiliki ketajaman berpikir dan kecerdasan dalam melihat suatu persoalan. Selalu melakukan musyawarah dalam mengambil keputusan dan mengambil suatu tindakan sebagai wujud dari 'kecerdasan dan ketajaman berpikir dan meihat persoalan'.Ukiran berpenampang gajah diduga diambil dari mitos memberikan piso gaja dompak dan seekor gajah putih pada Manghuntal atau Sisingamangaraja I. Piso Gaja Dompak adalah lambing kebesaran pemimpin Batak, pemimpin Batak memiliki kecerdasan intelektual untuk berbuat adil kepada rakyat dan bertanggung jawab pada hasil wawancara dengan cucu Sisingamangaraja XII yaitu Raja Napatar, salah satu sumber menyebutkan bahwa Piso Gaja Dompak berada di Museum Nasional. Sementara sumber lain menyebutkan bahwa senjata atau pusaka Piso Gaja Dompak berada di salah satu museum di Belanda bersama dengan stempel kerajaan Kerajaan Sisingamangaraja
Foto Prof. Dr. Laurence Adolf Manullang, SE., SP., MM dalam acara Horja Bolon DMAB-LABB, di Jakarta. …lanjutan Bagian II Media Bagaimana pasukan Belanda memastikan bahwa yang tertembak itu adalah Raja Sisingamaraja, mengingat sebelumnya dikisahkan bisa menghilang? Foto Piso Gaja Dompak milik Raja Sisingamangaraja XII Prof Dr. Laurence M Belanda mendatangkan sahabat Raja Sisingamaraja yang merangkap informan beliau di Balige, yaitu ompung Manullang, ayah dari Tuan Manullang. Ompung ini mengidentifikasikan mayat itu melalui dua ciri khas yaitu Melihat bekas luka beliau di bahu pada waktu perang Pulas di Balige; dan kedua adalah, setelah dibuka mulutnya dan memang lidahnya berbulu. Maka jelaslah bahwa yang gugur itu adalah Raja Sisingamaraja XII. Media Ngomong-ngomong, kenapa Raja dan Ratu Belanda datang ke Tanah Batak, tapi tidak mampir ke Bakkara sebagai tanah leluhur dan tempat makam Raja Sisingamangaraja XII ya pak Prof? Prof. Dr. Laurence M Ya memang mungkin tidak ada yang menjadwalkan Raja dan Ratu Belanda kunjungi Bakkara secara khusus. Tentu itu dapat dipahami. Karena bisa saja mengingatkan luka lama. Apalagi kalau benar peristiwa genosida pembakaran seluruh asset bangunan kerajaan SSM XII dan perampasan benda-benda pusaka warisan turun-temurun mulai dari SSM I sampai XII, ketika perang Batak. Maka itu hanya bisa diampuni dengan mengadakan Horja Bolon Pesta derderajat tinggi antara Pemimpin Batak dengan Raja Belanda. Horja Bolon itu sebagai sendi dan seni Perdamaian Dunia yang merupakan prinsip Perdamaian Universal yang ditegakkan oleh UN United Nation, dimana semua anggota UN wajib melakukan itu. Diplomat Dewan Mangaraja Adat Batak LABB Lokus Adat Budaya Batak yang ahli dibidang itu, nampaknya perlu melakukan upaya diplomasi kreatif dan terukur. Media Bagaimana tadi kelanjutan cerita penyerangan serdadu Belanda terhadap Raja Sisingamangaraja. Apa yang Prof ketahui lagi? Prof. Dr. Laurence M Dua hari setelah Sisingamangaraja XII gugur, yaitu tanggal 19 Juni 1907, terjadi reaksi terhadap Belanda di Simanullang Toruan, di Sihotang, dan daerah Samosir bergolak. Namun semua yang mengadakan perlawanan ditangkap. Ompu Tuan Nabijak Manullang kemudian didenda 3000 guilders. Sihotang didenda 1000 guilders. Ompu Marhehe Malau bersama 10 anak buahnya gugur. Kemudian terjadi pemberontakan Si Hudamdam. Namun pemimpinnya berhasil ditangkap, seperti Laham Manullang dan Biding Simatupang, yang kemudian diketahui dibuang ke Digul. Sedangkan Ompung Tanggurung Munte, dibuang ke Ombilin, Sawahlunto. Ompung Ganjang Manullang dibuang ke Gunung Sitoli. Garam Manullang dibuang ke Nusakambangan. Peter Manullang dibuang Tanah Grogot, Kalimantan. Mereka masing-masing dihukum 8 delapan tahun. Belanda memang marah, sebab dalam pemberontakan si Hudamdam ini, kanselir WCM Muller Siborong-borong tewas. Demang dan Asisten Demang Siborong-borong juga luka-luka. Namun sebelum Sisingamangaraja XII gugur tahun 1907, Guru Somalaing Pardede, seorang datu, Panglima Sisingamangaraja XII, dan Pemimpin aliran Parmalim, dibuang pasukan Belanda ke Kalimantan, dan meninggal disana pada tahun 1896. Foto Lukisan Raja Sisingamangaraja XII Media Wah, 3000 gulden? Kira-kira senilai berapa itu sekarang? Dan banyak yang dibuang Belanda kemana-mana ya?. Prof. Dr. Laurence M Ya. Ternyata pahlawan Kemerdekaan itu sangat banyak dari Tanah Batak, yang gugur dan ditangkap Belanda. Itu saja yang berada di lingkungan kerajaan. Belum lagi pejuang-pejuang Batak lainnya. Bahkan sampai di denda gulden. Itu bisa membeli mobil Hammer anti peluru, kalau di investasikan sejak perang Batak sampai sekarang. Makanya di tanah Batak itu terukir sejarah monumental yang tidak bisa dilupakan. Bahkan pada waktu saya mampir di Belanda tahun 1976 itu tadi, saya suruh orang Belanda itu angkat koper saya dari lobby ke kamar hotel. Karena saya melihat udah agak tua, saya pikir pasti tentara pensiunan yang pernah bertugas di Indonesia. Tapi kasihan juga dan nggak tega. Saya kasih juga tip. Hmm… Media Raja Sisingamangaraja diketahui juga ahli strategi. Bagaimana dulu kira-kira strategi perangnya, dalam menghadapi Belanda ya? Prof. Dr. Laurence M Sisingamangaraja-lah yang mengumumkan perang Pulas tahun 1878, dan perang pertama diadakan di Toba Balige. Alpiso, putra Ompu Bontar Siahaan, Panglima Sisingamangaraja memobilisasi bala tentaranya dari Tangga Batu, bergabung dengan pasukan Sisingamangaraja yang lain di Balige, untuk menghadapi Belanda. Kemudian Raja Partahan Bosi dari Si Raja Deang Hutapea, Panglima SSM XII di Laguboti yang terkenal dengan hoda Bonggalanya, ikut perang pula. Pasukan Raja Sijorat Panjaitan yang mempunyai ilmu sangat tinggi juga bergabung dengan rakyat, dan tidak tinggal diam. Semua angkat senjata menghadapi Belanda, hingga kemudian Belanda kewalahan. Dari info inteligent, para Panglima SSM XII dapat info, bahwa bala bantuan tentara Belanda lengkap dengan meriam didatangkan dari Tarutung, Tapanuli. Maka para Panglimanya menyarankan agar SSM XII menyingkir ke Bakkara dan menantikan Belanda untuk pertempuran dahsyat di Bakkara. Disitulah ditemukan kekompakan orang Batak dalam menggelar perang rakyat semesta. Foto Makam Raja Sisingamangaraja XII di Bakkara Kemudian, menjelang tanggal 29 April 1878, Si Raja Deang Hutapea siap dengan tentaranya. Raja Sijorat Panjaitan dari Sitorang siap bersama para pejuang tangguh. Dari Pangaribuan dan pasukan Panglima Alpiso Siahaan dari Tangga Batu, dan pasukan setia lannya SSM XII sendiri siap untuk perang Pulas tanggal 29 April 1878 di Balige. Dan dibantu oleh pasukan perang dari uluan dan Porsea Media Mengenai kesaktian Piso Gaja Dompak itu, pangkal pisaunya satu tapi katanya ujung depannya bercabang dua, sehingga tidak bisa dicabut oleh siapapun selain SSM I sampai XII. Benarkah? Prof. Dr. Laurence M Ya, kalau menurut legenda, tatkala Piso Gaja Dompak itu bisa dicabut, maka piso itu marmehet-mehet berdesir-desir seperti suara kambing. Yang jelas, pisau itu hanya ada di kalangan keturunan raja. Ceritanya, ketika SSM XII berumur 6 tahun, dia memanjat pohon dan menggantungkan kakinya di cabang pohon, tapi kepalanya kebawah. Apa yang terjadi? Seketika itu juga, semua padi di Bakkara posisinya menjadi terbalik, dimana akar padi itu keatas dan ujung daun padi menukik kebawah. Lalu masyarakat setempat menyampaikan itu kepada SSM XI. Maka SSM XI pun sadar bahwa calon penggantinya telah lahir. Itu fakta bahwa Piso Gaja Dompak adalah tanda keselamatan Batak dari Mulajadi Nabolon, yang diserahkan kepada Raja Uti, dan selanjutnya dihadiahkan kepada SSM I sampai XII. Sebab Raja Uti itu lahir tidak mempunyai kaki dan tangan. Wajahnya juga berbeda dengan manusia biasa. Tubuh Raja Uti penuh dengan Rambut yang tidak bisa digunting dengan apapun. bersambung ke Bagian III Raja dan Ratu Belanda Datang, Jadi Ingat Piso Gaja Dompak Raja Sisingamaraja Sudah Kembali Bagian III Editor Danny PH Siagian, SE., MM Baca Juga Pengunjung 9,051 Continue Reading
Foto Prof. Dr. Laurence Adolf Manullang, SE., SP., MM dalam acara Horja Bolon DMAB-LABB, di Jakarta. Kehadiran Raja Belanda, Willem Alexander, bersama istrinya Ratu Maxima Zorreguieta dan rombongan ke Kabupaten Toba, Tapanuli Utara, dan Samosir, Sumatera Utara Sumut, Kamis 12/03/2020 lalu, menjadi topik hangat di berbagai media lokal, Nasional maupun Inrternasional. Foto Piso Gaja Dompak milik Raja Sisingamangaraja XII Kedatangan Raja dan Ratu Belanda itu tak luput juga dari pembicaraan masyarakat, dan tentu saja tidak bisa lepas dari zaman penjajahan Belanda selama 350 tahun di Nusantara. Padahal mungkin Raja Belanda yang sekarang inipun tidak tahu persis peristiwa penindasan waktu itu. Sehingga diapun belajar dari sejarah nenek-moyangnya, makanya sang Rajapun mengucapkan mohon maafnya ketika tiba di Yogyakarta, sebelum kunjungannya ke Tanah Batak. Berbicara soal Belanda, terkait dengan benda pusaka Pahlawan Nasional Raja Sisingamangaraja XII SSM XII, Prof. Dr. Laurence Adolf Manullang, SE., SP., MM, keturunan Si Raja Oloan satu rumpun dengan Raja Sisingamangaraja Sinambela, yang juga Pendiri dan Rektor Universitas Timbul Nusantara–IBEK, mengatakan syukurlah barang pusaka Piso Gaja Dompak milik Raja Sisingamangaraja XII sudah kembali ke pangkuan Republik Indonesia, setelah lama tersimpan di Belanda. Piso Gaja Dompak itu kini berada di Museum Nasional dengan Nomor Register 13425. Senjata pusaka itu dulu diketahui memiliki histori yang tidak bisa lepas dari sepak terjang keturunan Raja Sisingamangaraja dalam perjuangannya melawan penjajahan Belanda. Bernama gaja dompak lantaran bermakna ukiran berpenampang gajah pada tangkai bagian depan senjata itu. Senjata ini hanya digunakan dikalangan raja-raja saja. Mengingat senjata ini juga merupakan pusaka kerajaan, barang pusaka ini tidak diciptakan untuk membunuh atau melukai orang lain. Benda pusaka ini dianggap memiliki kekuatan supranatural, yang akan memberikan kekuatan spiritual kepada pemiliknya. Senjata ini juga merupakan benda yang dikultuskan dan kepemilikan senjata ini adalah sebatas keturunan raja-raja, atau dengan kata lain senjata ini tidak dimiliki oleh orang-orang di luar kerajaan. Foto Lukisan Raja Sisingamangaraja XII Bicara lebih jauh soal Piso Gaja Dompak dan cerita lainnya pengalaman Prof. Dr. Laurence Adolf Manullang, SE., SP., MM saat berkunjung ke Belanda, wartawan media online sempat melakukan wawancara medio Maret 2020, yang dilanjutkan dengan komunikasi berbalasan lewat WhatsApp, dan menuturkan berbagai kisah yang dia ketahui, yang kemudian merambah komunikasi dengan seorang tokoh dari DMAB Dewan Mangaraja Adat Batak LABB Lokus Adat Budaya Batak, Ir. Nikolas S. Naibaho, MBA. Berikut himpunan petikannya. Media Horas Prof. Apa cerita tentang kedatangan Raja dan Ratu Belanda ini bagi bangso Batak, terutama kaitannya dengan kisah Piso Gaja Dompak yang katanya tersimpan lama di Belanda? Prof. Dr. Laurence M Syukurlah Piso Gajah Dompak milik Raja Sisingamaraja XII telah diserahkan kepada Republik Indonesia, dan disimpan di Museum Nasional dengan Nomor Registrasi 13425. Namun seyogiyanya penyerahan itu harus didukung oleh dokumen penyerahan oleh Belanda ke Indonesia. Sebab pada waktu saya pergi ke Leiden Belanda tahun 1976, saya sempat menanyakan tentang keberadaan Piso Gajah Dompak itu. Direktur museum itu yang bernama Dr Ave mengatakan, bahwa Gaja Dompak disimpan oleh museum khusus di Den Haag, dimana yang pegang kuasa museum itu, langsung Pangeran Benhard. Semua barang bersejarah dari pahlawan Indonesia seperti pisau Pattimura, Pisau Monginsidi dan lain-lain, disimpan dalam museum istimewa tersebut. Yang disimpan di museum Leiden adalah ratusan Tunggal Panaluan sebagai contoh diberikan pada saya untuk dipegang dan diambil fotonya. Tunggal Panaluan itu adalah milik Raja Si Babiat Situmorang dan Guru Somalaing Pardede yang katanya paling banyak isinya. Ukuran yang paling banyak isi adalah paling banyak membunuh musuh. Juga saya ditunjukkan dua lemari setinggi saya, yang berisi pustaha pustaka Batak, yang ditulis oleh Raja Sisingamangaraja XI sebanyak 23 jilid yang rencananya menulis 24 jilid tapi keburu perang. Sehingga jilid ke-24 tidak sempat ditulis. Disana juga ada Museum Batakologi di Leiden, dimana museum itu adalah milik swasta dan undang-undang swasta yang melindunginya. Sedang museum yang Den Haag itu adalah milik Pemerintah Belanda. Foto-foto yang saya ambil itu langsung saya kirim kepada Raja Na Patar Sinambela cucu tertua Raja Sisingamangaraja XII, dengan alamat Jln, Sei Wampu 82, Medan dari Leiden. Agar cepat mereka dapat informasi itu. Karena saya harus melanjutkan perjalanan ke New York. Dan info ini adalah materi pendahuluan untuk Prof. Dr. Bonar Sijabat untuk mengadakan research mendalam ke Leiden, dan terus ke Jerman sebagai cikal bakal terbitnya buku Ahu Sisingamangaraja Aku Sisingamangaraja. Foto Makam Raja Sisingamangaraja XII di Bakkara Sementara suatu ketika, kita sebagai Panitia Pemugaran Istana Sisingamangaraja di Bakara, menugaskan Ketua I, Prof. Dr. Bonar Sijabat mengadakan riset atas dukungan sponsor media cetak Sinar Harapan, yang membiayai beliau ke Eropa dan ke Halmahera. Dan saya sebagai Ketua Panitia dan Bapak Arifin Harahap SH, Presiden Direktur Bank Pasifik, mencari dana dalam pembangunan itu. Saya menghubungi Direktur Purbakala dan beliau menginformasikan dana itu ada. Tapi pembangunannya harus melalui tender. Maka saya hubungi Wakil Presiden RI, Adam Malik waktu itu, kalau boleh dana itu dapat dikucurkan dengan sistem penunjukan kepada Kolonel Bonardo Dairi Manullang, yang selanjutnya dicairkanlah melalui Kantor Purbakala Medan. Itulah historis pembangunan kembali Istana Raja Sisingamangaraja itu sekarang. Hanya catatan saja dan tidak bisa hilang walaupun tidak ada maksud melupakannya. Media Sepertinya ada cerita yang luput dari catatan sejarah ya Prof? Prof. Dr. Laurence M Adalah sikap orang Indonesia sering mengambil manfaat atas buah pikiran dan keringat orang lain, dengan menonjolkan diri pada proses perjalanan, apalagi digunakan untuk kepentingan pribadi. Dan kadang tega mengabaikan bahkan melupakan sejarah itu sendiri. Hanya TNI yang selalu apik mencatat sejarah. Seperti Sapta Marga prajurit Indonesia yang ditulis tangan oleh Jenderal TB Simatupang selalu itu dibacakan pada peringatan bersejarah TNI. Artinya tidak pernah itu dilupakan walaupun Simatupang sudah lama meninggalkan ketentaraan. Jadi di Indonesia baru TNI yang terpercaya memegang estetika itu dan dapat dipercaya yang perlu diteladani. Media Katanya Piso Gajah Dompak itu sakti, dan bisa melindungi serdadu, dan Raja Sisingamaraja juga bisa menghilang. Tapi kenapa beliau bisa tertembak peluru serdadu Belanda? Prof. Dr. Laurence M Raja Sisingamangaraja XII memang adalah sakti. Dan kesaktiannya itu melekat pada Piso Gajah Dompak beliau. Hanya saja ada pantangannya. Kalau dilanggar, kesaktiannyapun bisa hilang. Pantangannya adalah, Raja Sisingamangaraja tidak bisa memiliki dengki sama orang, dan marah. Apalagi membangkitkan rasa ingin untuk membunuh. Pada waktu anaknya Patuan Nagari tertembak dan gugur, beliau tidak marah. Juga tatkala anaknya Patuan Anggi gugur, beliau tidak emosi dan marah. Tapi tatkala mendengar borunya Lopian yang berumur 17 tahun tertembak, maka amarah beliau mendidih dan ingin membunuh tentara Belanda yang sudah tak jauh darinya, tapi Belandanya tidak melihat dia. Dengan nada tinggi, beliau berteriak “Ahu Sisingamangaraja” Aku Sisingamangaraja. Maka kesaktiannyapun hilang, dan tentara Belanda yang berasal dari Halmahera yang bernama Hamisi menembaknya. Dan kenalah dadanya, dibawah jantungnya. bersambung ke Bagian II Raja dan Ratu Belanda Datang, Jadi Ingat Piso Gaja Dompak Raja Sisingamaraja Sudah Kembali Bagian II Editor Danny PH Siagian, SE., MM Baca Juga Pengunjung 12,604 Continue Reading
Piso Gaja Dompak yaitu senjata tradisional yang datang dari Sumatera Utara. Nama piso gaja dompak di ambil dari kata piso yang bermakna pisau yang berperan untuk memotong atau menusuk, serta memiliki bentuk runcing serta tajam. Bernama gaja dompak lantaran bermakna ukiran berpenampang gajah pada tangkai senjata itu. Piso Gaja Dompak, senjata khas suku batak adalah pusaka kerajaan batak. Kehadiran senjata ini tidak bisa dipisahkan dari perannya dalam perubahan kerajaan Batak. Senjata ini cuma dipakai di kelompok raja-raja saja. Mengingat senjata ini dapat adalah suatu pusaka kerajaan, senjata ini tak di ciptakan untuk membunuh atau melukai orang lain. Juga sebagai benda pusaka, senjata ini dipercaya sebagaian masyarakat Batak mempunyai kemampuan supranatural, yang bakal memberi kemampuan spiritual pada pemiliknya. Senjata ini dapat adalah benda yang dikultuskan serta kepemilikan senjata ini yaitu hanya keturunan raja-raja atau mungkin dengan kata lain senjata ini tak dipunyai oleh orang diluar kerajaan. Belum ada catatan histori yang mengatakan kapan tepatnya Piso Gaja Dompak jadi pusaka untuk kerajaan Batak. Tetapi, dari hasil penelusuran penulis Piso Raja Dompak ini erat hubungannya dengan kepemimpinan Raja Sisingamaraja I. Hal semacam ini berdasar pada keyakinan orang-orang pada mitos datang dari kebiasaan lisan yang terdaftar dalam aksara. Bercerita perihal seseorang bernama Bona Ni Onan, putra bungsu dari Raja Sinambela. Diceritakan pada saat pulang dari perjalanan jauh, Bona Ni Onan merasakan istrinya Boru Borbor tengah hamil tua. Dia juga menyangsikan kandungan istrinya itu. Hingga disuatu malam ia punya mimpi didatangi Roh. Roh itu menyampaikan bahwa anak dalam kandungan istrinya yaitu titisan Roh Batara Guru serta nantinya anak itu bakal jadi raja yang bergelar Sisingamaraja. Bona Ni Onan lalu meyakinkan kebenaran mimpi itu pada istrinya. Istrinya juga bercerita bahwa saat ia mandi di tombak sulu-sulu rimba rimba, ia mendengar nada gemuruh serta Terlihat sinar merasuki badannya. Sesudah tahu bahwa dianya hamil. Ia juga yakin bahwa saat itu ia bersua dengan roh Batara Guru. Saat kehamilannya meraih 19 bln. serta kelahiran anaknya juga dibarengi badai topan serta gempa bumi dahsyat. Oleh karena tersebut putranya ia beri nama Manghuntal yang bermakna gemuruh gempa. Beranjak dewasa Manghuntal mulai memberikan sifat-sifat ajaib yang menguatkan ramalan bahwa dianya yaitu calon raja. Di saat remaja, Manghuntal pergi menjumpai Raja Mahasakti yang bernama raja Uti untuk beroleh pernyataan. Ketika ia akan menjumpai Raja Uti, ia menanti sembari mengonsumsi makanan yang suguhkan oleh istri raja. Saat itu dengan cara tak berniat ia merasakan Raja Uti bersembunyi di atap dengan rupa seperti moncong babi. Raja Uti juga menegur manghuntal, ia juga mengemukakan maksud kehadirannya menjumpai raja serta meminta seekor gajah putih. Raja Uti juga bersedia berikan dengan prasyarat Manghuntal mesti membawa pertanda-pertanda dari seputar lokasi Toba, Manghuntal juga menurut. Kemudian Manghuntal kembali menjumpai Raja Uti dengan membawa kriteria dari Raja Uti. Raja Uti lalu memberi seekor gajah putih dan dua pusaka kerajaan yakni Piso Gajah Dompak serta suatu tombak yang ia namai Hujur Siringis. Konon, Piso Gaja Dompak tidak bisa dilepaskan dari pembungkusnya terkecuali oleh orang yang mempunyai kesaktian serta Manghuntal dapat membukanya. Pasca itu Manghuntal betul-betul jadi raja dengan Sisingamaraja I. hingga sekarang ini orang-orang Batak masih tetap meyakini mitos ini. Terkecuali juga sebagai pusaka yang demikian dihormati serta dikultuskan, Piso Gaja Dompak ini berisi symbol-simbol yang berarti filosofis. Bentuk runcing dari senjata ini, dalam bahasa Batak dimaksud dengan Rantos yang berarti ketajaman memikirkan dan kecerdasan intelektual. Tajam lihat persoalan serta kesempatan, juga dalam menarik rangkuman serta melakukan tindakan. Tersirat bahwa pemimpin Batak mesti mempunyai ketajaman memikirkan serta kecerdasan dalam lihat suatu masalah. Senantiasa lakukan musyawarah dalam memutuskan serta mengambil satu aksi juga sebagai bentuk dari 'kecerdasan serta ketajaman memikirkan serta meihat persoalan'. Ukiran berpenampang gajah disangka di ambil dari mitos memberi piso gaja dompak serta seekor gajah putih pada Manghuntal atau Sisingamaraja I. Piso Gaja Dompak yaitu lambang kebesaran pemimpin batak, pemimpin batak mempunyai kecerdasan intelektual untuk berbuat adil pada rakyat serta bertanggungjawab pada Tuhan. Menurut hasil wawancara dengan cucu Sisingamaraja XII yakni Raja Napatar, satu diantara sumber mengatakan bahwa Piso Gaja Dompak ada di Museum Nasional. Senjata atau pusaka Piso Gaja Dompak ada di satu diantara museum Batak TB Silalahi Balige berbarengan dengan stempel kerajaan Sisingamaraja.
Piso Gaja dompak form of long keris is a symbol of the reign of King SiSingamangaraja important. Traditional weapon used by the general public is a kind hujur Podang spears and swords similar length. Piso Gaja dompak is the traditional weapon from North Sumatra. The name piso gaja dompak is taken from the piso word meaning knife serves to cut or stab, and pointy and sharp shape. Named Gaja dompak as it means elephant-shaped carving on the arms stalk. Piso Gaja dompak, typical weapons tribal Batak is a royal heritage batak. The existence of these weapons can not be separated from its role in the development of Batak kingdom. This weapon is only used among the kings alone. Given this weapon is also a royal heritage, this weapon is not created to kill or injure another person. As heirloom, this weapon is considered to have supernatural powers, which will give spiritual strength to its owner. This weapon is also a cult object and possession of these weapons is limited to descendants of the kings, or in other words, these weapons are not owned by people outside the kingdom. Implied that the Batak leaders must have the sharpness of thought and intelligence in seeing a problem. Always perform deliberation in making decisions and taking action as a form of 'intelligence and sharpness of thinking and seeing the issue. Piso Gaja dompak is the symbol of the greatness of a leader Batak. The leaders have the intelligence to do justice to the people and responsible to God. source various sources
piso gaja dompak sisingamangaraja